Paradigma, Tendensi, Aliran, dan Gerakan*)
Linguistik dewasa ini berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut
dapat dilihat dari kian banyaknya teori dan penelitian yang telah
dihasilkan serta munculnya bermacam gerakan dan aliran. Perkembangan
teori-teori tersebut merata pada pelbagai cabang-cabang linguistik,
seperti pada fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, juga
pragmatik. Bukan itu saja, penelitian-penelitian yang dilahirkan dari
perkembangan teori tersebut pula semarak dan tumbuh bak jamur di musim
hujan. Perkembangan teori dan makin banyaknya penelitian yang dihasilkan
itu tidak terlepas dari gerakan dan aliran yang memayungi dan
menyemarakkan dunia linguistik.
Penerbitan dan pengedaran buku-buku serta
karya-karya tentang linguistik juga ikut berperan dalam penyebaran dan
pengembangan linguistik. Karya de Saussure Course in General
Linguistics, dapat dikatakan menjadi pemicu tumbuh dan berkembangnya
linguistik.
Praktik-praktik linguistik sampai dengan tahun 60-an dapat ditandai
dengan adanya generalisasi induktif dalam penyelidikan ilmiah. Dengan
kata lain, data-data kebahasaan diamati lebih dahulu kemudian disusunlah
teori berdasarkan organisasi data tersebut. Namun, hal itu tidak
selamanya dilakukan. Dalam penyelidikan linguistik kini, pengamatan juga
sarat dengan teori, selain deskripsi dan analisis.
Dalam penelitian ilmiah ada baiknya konsep-konsep yang melatarbelakangi
penelitian linguistik tersebut dibedakan sehingga kita dapat melihat
secara tajam perbedaan-perbedaan konseptual di balik pemakaian istilah
itu. Konsep-konsep tersebut seperti teori, paradigma, tendensi, aliran,
dan gerakan. Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti mengetahui posisi
dan sikapnya dalam kegiatan penelitian.
Untuk mendapatkan pengertian dari teori, paradigma, tendensi, aliran,
dan gerakan di atas, berikut ini akan dijelaskan perbedaannya secara
singkat. Teori merupakan sistem yang makin abstrak yang menghasilkan
penjelasan, prediksi, rekonstruksi, interpretasi, evaluasi, dan dapat
merumuskan kaidah atau hukum. Menurut Verhaar (dalam Sutami, 2001) teori
dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori yang kurang abstrak dan teori
yang abstrak. Teori yang kurang abstrak merupakan ringkasan data dan
uraian prosedur penemuan. Teori yang abstrak tidak diperoleh dari data
saja, tetapi juga dari penalaran logis, matematis, bahkan juga dapat
berdasarkan intuisi peneliti dengan kerangka rujukan tertentu.
Paradigma ialah prestasi ilmiah yang diakui pada suatu masa sebagai
model untuk memecahkan maslaah ilmiah. Paradigma bisa disebut sebagai
norma ilmiah. Suatu penelitian yang tidak menggunakan paradigma yang
berlaku pada masa tertentu, maka penelitian itu dikatakan tidak ilmiah.
Pada tahun 60-an misalnya, paradigma yang menonjol adalah positivisme
(objek penelitian terlepas dari subjek). Contoh lain adalah paradigma
Plato (bahasa adalah fisei) dan Aristoteles (bahasa adalah tisei).
Tendensi ialah nuansa berpikir yang nampak pada karya-karya ilmiah
tertentu yang berasal dari ilmu atau pandangan di luar linguistik.
Tendensi itu berupa pengaruh lain di dalam linguistik dan mewarnai cara
berpikir sarjana tersebut. Misalnya, karya-karya Chomsky yang
bertendensi psikologisme, atau Pike yang bertendensi antropologisme.
Aliran adalah kumpulan sarjana yang berpengaruh pada ajaran atau guru
yang sama. Ajaran itu dikembangkan oleh seseorang atas dasar falsafah
teori yang dianutnya. Ajaran itu kemudian dikembangkan dan diikuti orang
lain sehingga menjadi aliran. Contoh: aliran Transformasi Generatif
merupakan kumpulan sarjana yang berpegang pada ajaran dari Chomsky.
Aliran Praha (Trubetzkoy), aliran Tegmemik (Pike).
Gerakan adalah cara berpikir yang tidak diarahkan oleh tokoh atau
kelompok tertentu yang menajdi dasar menyeluruh kegiatan ilmiah tertentu
bagi aliran atau tokoh yang berlainan. Gerakan bisa berupa teori,
falsafah, atau pandangan umum yang memayungi aliran tertentu. Mislanya,
gerakan Generativisme memayungi aliran Transformasi Generatif.
Linguistik Indonesia
Istilah linguistik dapat dipahami secara luas dan sempit. Dalam
pengertian luas, konsep ini menjangkau segala sesuatu yang membicarakan
bahasa, apapun pendekatan dan tujuannya. Dalam pengertian sempit,
linguistik hanya mencakup karya penelitian dan teoretis saja. Penggunaan
pengertian luas dan sempit itu untuk memudahkan wacana ilmiah karena
yang namanya keilmiahan itu adalah konsep berjenjang. Karya Raja Ali
Haji (1856) bisa digolongkan sebagai karya linguistik ilmiah karena
merupakan prestasi kebahasaan pada zamannya meskipun karya pedagogis.
Justru kita akan membuat kesalahan sangat fatal jika meremehkan dan
mengatakan karya itu sebagai karya tidak ilmiah.
Dalam perkembangan teori linguistik di Indonesia bidang yang paling
banyak diminati adalah gramatik, khususnya sintaksis. Hal itu disebabkan
karena kajian linguistik Indonesia tumbuh dari perhatian pada pemakaian
bahasa khususnya tata bahasa (gramatika pedagogis). Kalau linguistik
Eropa lahir dari filsafat, linguistik India dan Arab lahir dari Agama,
maka linguistik Indonesia lahir dari pengajaran bahasa (lihat
Kridalaksana, 1995).
Teori Linguistik di Indonesia
Teori linguistik di Indonesia banyak dipengaruhi oleh linguistik Barat
(Eropa-Amerika) karena dari sanalah para linguis banyak belajar tentang
linguistik. Secara umum, perkembangan linguistik di Indonesia dapat
dibagi ke dalam bebera periode berikut ini.
1. …sampai 1940
Sampai akhir abad 19 yang disebut tata bahasa adalah kelas kata sehingga
buku-buku tata bahasa banyak mengulas tentang hal tersebut. Hal itu
karena banyak mendapat pengaruh tata bahasa tradisional model Yunani dan
Latin. Beberapa buku tata bahasa tertua tentang bahasa melayu antara
lain:
a. Grondt of te Kort Bericht van de Maleysche Tale, Vervat in Twee
Deelen: Her Eerste handelende van de Letters ende haren aenhanh. Het
andere van de deelen eener Redene (1653) karya Joannes Roman. Buku ini
digunakan sebagai sarana misionaris Kristen melalui penerjemahan Injil.
b. Bustanulkatibin (1850) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858/1929)
karangan Raja Ali Haji, seorang sastrawan dan linguis asal Riau.
c. Kitab jang Menyatakan Djalan Bahasa Melajoe (1910) karya Koewatin Sasrasoeganda.
d. Maleische Spraakkunst (1915) karya Ch. A van Ophuysen. Buku ini mulai menggunakan pendekatan filologi.
e. Kitab ABC karangan Lim Kim Hok. Buku ini berisi tata bahasa Melayu Rendah yang pada saat itu merupakan lingua franca.
2. Tahun 40-an sampai 60-an
Pada periode ini karya-karya kebahasaan dapat dibagi atas tata bahasa
pedagogis (digunakan untuk pengajaran bahasa Indonesia di sekolah) dan
tata bahasa teoretis. Contoh karya-karya pedagogis adalah:
a. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1949-1950) karya STA yang banyak berpengaruh pada pengajaran bahasa Indonesia.
b. Tata Bahasa Indonesia (1951) karya C.A. Mees.
c. Djalan bahasa Indonesia (1942) karya Sutan M. Zain.
Penelitian yang bersifat ilmiah dan teoretis belum berkembang pesat pada
periode ini namun beberapa buku berusaha mengungkap sisi lain bahasa
Indonesia secara ilmiah, misalnya:
a. Mencari Sendi Baru Tata Bahasa Indonesia (1950) karya Armin Pane. Karya ini menekankan aspek bunyi.
b. Inleiding tot de Studie van de Indonesische Syntaxis (1951) yang
diterjemahkan menjadi Pengantar Sintaksis Bahasa Indonesia. Buku karya
Fokker ini mendapat pengaruh aliran Praha.
c. Kaidah Bahasa Indonesia (1956-1957) karya Slametmuljana ini bersifat generatif.
3. Tahun 60-an sampai 70-an
Periode ini menandai dimulainya kajian-kajian empiris tentang bahasa
Indonesia maupun bahasa-bahasa lain. Contoh karya-karya yang muncul
antara lain:
a. artikel tentang fonologi bahasa Jawa dan sistem fonem dan ejaan (1960) oleh Samsuri.
b. Artikel tentang morfem-morfem produktif (1960) oleh TW. Kamil dan Sugeng Sikarso.
c. Artikel tentang IC Analysis (1964) dan kata majemuk (1965) dengan menggunakan model IA oleh Ramlan.
Ciri-ciri penelitian pada saat itu adalah:
- dipengaruhi gerakan deskriptivisme
- menganut aliran Neo-Bloomfieldian dan bersifat behavioristik
- ketat dalam metodologi
- bahasa lisan menjadi objek utama.
4. Tahun 70-an sampai 80-an
Antara tahun tersebut teori linguistik Indonesia ditandai penerapan
teori aliran Leiden, dan teori TG. Penelitian linguistik mulai
berkembang dan banyak mendapat pengaruh dari aliran-aliran tersebut.
Para sarjana yang mencoba menerapkan teori deskriptif Leiden antara lain
Muhajir, Badudu, Ayatrohaedi, dan Tarigan.
Para sarjana yang mendapat beasiswa Ford Foundation juga mulai
menerapkan teori TG, mislanya Samsuri (yang sebelumnya beraliran
Neo-Bloomfieldian) beralih ke TG. Salah satu karyanya Tata Kalimat
Bahasa Indonesia (1985). Ada juga sarjana yang melakukan penelitian
bersifat fungsionalistis, misalnya Sudaryanto, dalam karyanya
Predikat-Obyek dalam Bahasa Indonesia (1979).
Hal baru yang diperkenalkan dalam sistem bahasa Indonesia adalah
mengenai wacana sebagai satuan terbesar dalam hierarki gramatikal.
Konsep ini diperkenalkan Kridalaksana (1970 dan 1978).
5. Tahun 80-an sampai 90-an
Pada periode ini perkembangan teori linguistik merupakan sintesis atas
teori-teori yang ada. Penelitian dalam bidang pragmatik mulai mendapat
tempat cukup penting dalam penelitian linguistik Indonesia. Selain itu,
Kridalaksana mengupayakan dibangunnya sebuah teori sintaksis yang
merupakan sebuah sintesis dengan dipengaruhi oleh gerakan
fungsionalisme. Selain hal itu, beberapa kegiatan ilmiah, seminar,
lokakarya, dan semacamnya diselenggarakan guna mendorong perkembangan
linguistik di Indonesia.
Kemajuan yang dicapai sepanjang sejarah linguistik Indonesia dalam beberapa bidang kajiannya antara lain:
1. Bidang fonologi
a. masuknya konsep fonem (tahun 70-an)
b. masuknya wawasan tentang unsur suprasegmental oleh Amran Halim,
Intonasi (1969), dan Hans Lapoliwa (1981) dengan fonologi generatifnya.
c. Usaha memahami lafal bahasa Indonesia oleh Joko Kencono (1983).
2. Bidang morfologi
a. masuknya konsep morfem (tahun 60-an)
b. pemakaian Model IA
c. penggunaan Model IP
3. Bidang Sintaksis
a. pengenalan konsep hierarki gramatikal dalam linguistik Indonesia.
b. Pengenalan konsep frasa menggunakan teori Hockett (aliran Neo-Bloomfieldian) oleh Ramlan (1964)
c. Pengenalan teori tagmemik oleh Kridalaksana (70-an)
d. Sudaryanto (1979) mempertajam konsep klausa.
4. Bidang leksikografi
Muncul seorang pelopor leksikografi modern Indonesia, yaitu W.J.S.
Poerwadarminta. Kamusnya yang terkenal adalah Kamus Umum Bahasa
Indonesia (1952). Selain itu ia juga menaruh perhatian pada bahasa Jawa
dan Jawa Kuno.
Perkembangan linguistik malahan semakin meriah pada tahun 2000 hingga
sekarang ini dengan munculnya beragam bidang dan pendekatan kajian
linguistik yang dilakukan di pelbagai universitas di Indonesia. Ada juga
kecendrungan beberapa tahun terakhir penelitian linguistik berorientasi
pada eksplorasi bidang pragmatik bahasa Indonesia. Hal itu bisa dilihat
dari seringnya muncul tulisan-tulisan (jurnal, makalah, artikel, tesis,
atau disertasi) yang menggali secara khusus pragmatik bahasa Indonesia.
Saya menduga-duga barangkali ini karena dipicu oleh kolom bahasa
Indonesia di harian Media Indonesia yang diasuh oleh Rahardi yang banyak
menjawab permasalahan pragmatik. Namun, untuk mengetahui perkembangan
mutakhir linguistik Indonesia saat ini diperlukan survei lagi yang lebih
mendalam.
Daftar Bacaan
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 1991. “Perkembangan Linguistik Dewasa Ini.” Atma nan Jaya, Tahun IV No. 2, Agustus.
Kridalaksana, Harimurti. 1995. “Teori Linguistik di Indonesia dalam
Beberapa Dasawarsa Terakhir ini.” Atma nan Jaya, Tahun III. No. 1,
April.
Suhardi, Basuki. 2005. “Tokoh-tokoh Linguistik Abad ke-20.” Dalam Pesona
Bahasa Langkah Awal memahami Linguistik. (ed) Multamia Luder. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sutami, Hermina. 2001. Sintaksis Lanjutan. Diktat Mata Kuliah Sintaksis
Program Magister Linguistik Pascasarjana Universitas Indonesia Depok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar